PANCAWISAYA
“Kakang Semar, berilah ndaramu ini
ujaran-ujaran nan bijak agar tentram hati ini” Arjuna memulai perbincangan
dengan para panakwan di hutan itu sesaat setelah dia menemukan tempat yang pas
untuk melakukan tapa brata.
“Eeeee … mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak
dulito, langgeng . Saya memahami bagaimana sedih dan pedihnya ibunda nDara,
Dewi Kunti, mengingat akan nasib anaknya nDara Werkudara. Orang tua mana sih
yang tidak sayang kepada anak-anaknya ? Bahkan pabila sang anak sudah dewasa-pun
kasihnya tiada akan pernah berkurang, apatah lagi luntur. Apalagi, nDara Kunti
adalah ibu nDara Werkudara yang telah melahirkannya di dunia ini, maka kasih
sayangnya tentu tak terbantahkan”
“Itulah kakang, hal yang menyebabkan aku
sampai kesini”
“Nggih nDara, saya hanya ingin sedikit memberi
sesuatu yang mungkin dapat ndara resapi, pahami dan kemudian dapat dijadikan
sebagai pegangan dalam menjalani hidup di dunia ini. Orang bijak menyebutnya
sebagai Pancawisaya”
“Aku ngerti Mo, apa artinya itu !” tiba-tiba
Bagong memotong pembicaraan Ramanya dan ngacung tanpa diminta
“Apa yang engkau mengerti Thole, bocah bagus
anakku Bagong ?” jawab Semar dengan penuh kesabaran
“Panca itu bilangan lima, wi itu dari kata
wibi berarti ibu dan saya dari kata sayak, celana. Jadi maknanya adalah
celananya ibu ada lima” serius Bagong menjelaskan ini bak guru sastra
menjelaskan kepada murid-muridnya
“Hush … Bagong kuwi jian ngawur !” Petruk
mencela penjelasan adiknya itu, kemudian melanjutkannya
“Kalau nggak ngerti itu mendingan diam atau
kalau berani bertanya kepada yang ngerti. Jangan asal njeplak saja, tho Gong !”
“Lha Kang Petruk tahu apa artinya itu ?” tanya
Bagong lugu
“Lho … siapa yang tak kenal Petruk di dunia
ini, kecuali dirimu seorang ?” seperti biasa Petruk membanggakan diri dengan
membusungkan dada kerempeng bak piano
“Terus artinya apa Kang ?”
“Panca itu memang benar artinya bilangan lima,
wi itu berasal dari kata wibrama yang berarti bingung atau rasa marah dan saya
itu ya saya, aku” jawab Petruk menggunakan aji pengawuran
“Jadi artinya apa Kang ?”
“Ya gabung sendiri ajah !”
“Punya adik-adik kok pada ngawur semua. Sudah
… kita dengerin saja apa yang Ramane Semar akan sampaikan !” Gareng menengahi
dengan bijaknya (tumben … biasanya juga ikut ngawur … he he he)
“He he he … anak-anakku semua mulai bicara.
Rama senang sebab kalau kalian tidak mengeluarkan suara, dunia rasanya sunyi
sepi. Meskipun ngawur … tapi apa yang kalian sampaikan itu ada kalanya memberi
inspirasi bagi Rama untuk terus berfikir. Kali ini cukup dengarkan ya … apa
yang akan Rama jelaskan kepada nDraamu Permadi !”
Kemudian Semar melanjutkan kata-katanya
“Begini nDara dan anak-anakku Gareng, Petruk
dan kamu Bagong. Seperti kata Bagong tadi, Panca itu lima, wisaya bisa bermakna
piranti, upaya pencarian, karêp bisa juga penghalang. Jadi landasan untuk
melakukan brata itu harus mengerti terhadap penghalang yang menjerat lima
perkara dan sekaligus menyiapkan piranti untuk menanggulanginya. Apa saja yang
lima itu ? Pertama Rogarda yang berasal dari kata roga yang artinya sakit dan
arda yang berarti hawa nêpsu, bangêt atau sangat, sehingga Rogarda adalah sakit
yang menimpa tubuh. Kalau ditimpa sakit, berusahalah bersungguh-sungguh untuk
mencari obat penyembuh, namun segalanya harus diterima dengan rela hati. Hindari
prasangka buruk terhadap Gusti Allah yang telah menimpakan sakit karena tidak
sayang kepada hambanya. Yakinkanlah dalam hati bahwa yang kita terima adalah
wujud kasih sayangNya semata.”
“Kalau menurutku, penjelasan rama itu kurang
lengkap !” sanggah Bagong
“Kurang apanya, Thole ?”
“Kurang sambel, Mo he he he. Begini, nDara.
Disamping menerima dengan ikhlas sakit yang diterima, kemudian mencari obat
untuk menyembuhkannya, ada satu hal penting yang kadang terlupakan yaitu
pelajari secara ilmiah mengapa hal itu bisa terjadi terhadap kita. Mengapa Kang
Petruk punya wudun, alias bisul yang matanya saja sebesar kelereng ? Karena
Kang Petruk jorok ! Nggak pernah bersih-bersih badan setelah maen kemana-mana.
Kotoran yang melekat dan kemudian masuk dalam tubuh kita, bisa jadi adalah
sumber penyakit semisal virus atau bakteri. Sumber penyakit itu dihadang oleh
prajurit-prajurit tubuh berupa darah putih sehingga terjadi pertempuran hebat.
Sebagian pasukan tubuh kita tewas menjadi kusuma bangsa tubuh. Banyak mayat yang
tewas dalam tugas suci itu kemudian dimakamkan di liang lahat berupa wudun itu”
Petruk yang menjadi sasaran Bagong dengan
sewot menjawab
“Kalau mencari contoh itu mbok ya jangan
membuka aibku tho, Gong. Sungguh gamblang apa yang engkau jelaskan tadi, tapi
mbok iya o jangan sebut wudun kakangmu ini. Sebagai adik yang baik harusnya
kamu membantu mem-plothot-kannya. Sudah lumayan mateng, lho”
“Dimana sih Kang ?”
“Di bokongku mburi, Gong !”
“Ra sudi aku !”
Gareng ikut nimbrung
“Lha mbok kalau ngomong itu sedikit intelek
gitu tho. Masak dari sikap Rogarda kok larinya ke wudun !” ujar Gareng sengit
“He he he .. sudah ya Rama lanjutkan”
tersenyum arif Semar seraya melanjutkan
“Yang kedua adalah Sangsararda berasal dari
kata sangsara sehingga berarti sengsara yang menimpa tubuh. Kalau ditimpa
kesengsaraan, berusahalah menahan dan berbesar hati. Yang ketiga Wirangharda,
artinya wirang, malu, sakit yang menimpa hati. Kalau ditimpa sakit hati,
berusahalah tata, titi, kokoh pendirian serta berhati-hati.”
“Kalau patah hati itu, apakah termasuk juga
wirangharda, Mo ?” Tanya Bagong
“Bisa juga begitu, Le”
“Kalau begitu Kang Petruk juga sakit, Mo”
“Aku maneh … saya lagi ! Sebenarnya apa yang
membuat kamu tuh benci sama aku tho Gong. Setiap kali hal-hal yang kurang baik
kok larinya ke diriku yang menawan ini” Petruk merendah seraya meninggikan mutu
“Bukan benci, Kang Petruk, kakakku yang
menawan, rendah hati, sopan santun dan rajin menabung ! Ini adalah wujud dari
cinta kasih seorang adik kepada seorang kakak nan penuh kasih sayang dan
bijaksana. Ini adalah perhatian tulus dan begitu dalam seorang adik kepada
kakaknya seperti kisah Sukasrana dan Sumantri atau Lesmana Widagdo kepada
Ramawijaya. Begitupun Bagong kepada Petruk” Bagong berfilsafat
“Lebay Gong !” jawab Petruk masih sengit
“Bukan lebay Kang. Kalau sekarang Kang Petruk
sedang patah hati sama Soimah, tentu adikmu ini turut berduka, Kang. Bukankah
engkau pernah merasakan hal serupa saat ditolak sama Limbuk, Jupe, Depe,
Poniyem, Sariyem, Tukinem, Ponirah, Surti dan sepuluh yang lainnya itu ?” wajah
tanpa dosa mengiringi pengungkapan fakta memalukan sekaligus memilukan Petruk,
bukan Gosip !
Gareng yang mendengar, ikut terperangah dan
seraya tersenyum nakal berujar
“Lho… bener itu tho Truk ! Lha kok kamu nggak
pernah ngomong sama aku, kok curhatnya malah sama Bagong yang bermulut ember
itu. Aduh … aduh … adiku, Di ! Sungguh malang sekali nasibmu ditolak perawan
yang segitu banyaknya itu. Harus instropeksi itu Truk !”
“Instropeksi … dengkulmu. Lha wong Bagong kok
dipercaya !” jawab Petruk sengit seraya melotot kepada Bagong
“Bisa diam nggak kamu Gong !”
Semar dengan tersenyum bijak menengahi
“perseteruan abadi” antara anak-anaknya itu
“Sudah … sudah … Saya lanjutkan ya nDara
setelah dipotong pariwara iklan yang baru saja lewat … he he he. Yang keempat
adalah Cuwarda, berasal dari kata cuwa, kecewa, tidak keturutan apa yang
diharap, yang dicita-citakan. Apakah semua yang kita inginkan, kita harapkan,
kita cita-citakan, kita impi-impikan harus terwujud ? Kalau keadaannya begitu,
sungguh akan berantakan dunia ini. Hanya Gusti Allah-lah tahu yang terbaik bagi
kelangsungan hidup semesta ini. Gusti Allah-lah yang tahu yang terbaik bagi
kita, sehingga kalaupun ada suatu keinginan kita yang tidak disetujuiNya, pada
hakekatnya adalah demi kebaikan kita sendiri. Nggak mungkin Gusti Allah
menyiksa, menjerumuskan manusia ciptaanNya sendiri ke dalam kenistaan, kecuali
sebenarnyalah diri manusia itu sendiri yang mengantarkan ke dalam ke sengsaraan
pribadi. Oleh karenanya, selalulah Eling dan Waspada !”
“Lanjut Mo !” teriak Gareng bermaksud agar
mendahului Bagong untuk tidak berkomentar memotong penjelasan lebih lanjut.
“Iya, Thole. Dan yang terakhir adalah
Durgarda, berasal dari kata Durga yang bermakna bêbaya, pakewuh, sungil,
angkêr, gawat. Sehingga durgarda harus kita sikapi dengan usaha dan sikap
percaya diri dan yakin terhadap segala kekuasaan Tuhan.”
“Terima kasih Kakang Semar atas nasehatnya.
Semakin mantab aku untuk melakukan tapa brata minta petunjuk Gusti untuk
menyelesaikan masalah ini” akhirnya Permadi mengakhiri diskusi tadi dan
kemudian beranjak menuju tempat yang telah dibersihkan dahulu sebelumnya untuk
mengheningkan cipta menghadap Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar